
Agama Buddha atau Buddhisme adalah sebuah agama nonteistik[note 1][1] atau filsafat (Sanskrit: dharma; Pali: धम्म dhamma) yang berasal dari anak benua India
yang meliputi beragam tradisi, kepercayaan, dan praktik spiritual yang
sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama,
yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha (berarti "yang telah
sadar"). Menurut tradisi Buddhis, Sang Buddha hidup dan mengajar di
bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu antara abad ke-6
sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum)[2].
Dia dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar
atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk
hidup mengakhiri penderitaan mereka dengan melenyapkan ketidaktahuan/kebodohan/kegelapan batin (moha), keserakahan (lobha), dan kebencian/kemarahan(dosa). Berakhirnya atau padamnya moha, lobha, dan dosa disebut dengan Nibbana[3].
Untuk mencapai Nibbana seseorang melakukan perbuatan benar, tidak
melakukan perbuatan salah, mempraktikkan meditasi untuk menjaga pikiran
agar selalu pada kondisi yang baik atau murni dan mampu memahami
fenomena batin dan jasmani.
Dua aliran utama Buddhisme yang masih ada yang diakui secara umum oleh para ahli : Theravada ("Aliran Para Sesepuh") dan Mahayana ("Kendaraan Agung"). Vajrayana, suatu bentuk ajaran yang dihubungkan dengan siddha India, dapat dianggap sebagai aliran ketiga atau hanya bagian dari Mahayana. Theravada mempunyai pengikut yang tersebar luas di Sri Lanka, dan Asia Tenggara. Mahayana, yang mencakup tradisi Tanah Murni, Zen, Nichiren, Shingon, dan Tiantai (Tiendai) dapat ditemukan di seluruh Asia Timur. Buddhisme Tibet, yang melestarikan ajaran Vajrayana dari India abad ke-8[4], dipraktikkan di wilayah sekitar Himalaya, Mongolia[5], dan Kalmykia[6]. Jumlah umat Buddha di seluruh dunia diperkirakan antara 488 juta[7] dan 535 juta[8], menjadikannya sebagai salah satu agama utama dunia.
Dalam Buddhisme Theravada, tujuan utamanya adalah pencapaian kebahagiaan tertinggi Nibbana, yang dicapai dengan mempraktikkan Jalan Mulia Berunsur Delapan (juga dikenal sebagai Jalan Tengah), sehingga melepaskan diri dari apa yang dinamakan sebagai siklus penderitaan dan kelahiran kembali.[9] Buddhisme Mahayana, sebaliknya beraspirasi untuk mencapai kebuddhaan melalui jalan bodhisattva, suatu keadaan di mana seseorang tetap berada dalam siklus untuk membantu makhluk lainnya mencapai pencerahan.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka
sebagai referensi utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran
Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan
mengklasifikasikan ajarannya dalam tiga buku yaitu Sutta Piṭaka (khotbah-khotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).
Seluruh naskah aliran Theravada menggunakan bahasa Pali, yaitu bahasa
yang dipakai di sebagian India (khususnya daerah Utara) pada zaman Sang
Buddha. Cukup menarik untuk dicatat, bahwa tidak ada filsafat atau
tulisan lain dalam bahasa Pali selain kitab suci agama Buddha Theravada,
yang disebut kitab suci Tipitaka,
oleh karenanya, istilah "ajaran agama Buddha berbahasa Pali sinonim
dengan agama Buddha Theravada. Agama Buddha Theravada dan beberapa
sumber lain berpendapat, bahwa Sang Buddha mengajarkan semua ajaran-Nnya
dalam bahasa Pali, di India, Nepal dan sekitarnya selama 45 tahun
terakhir hidup-Nya, sebelum Beliau mencapai Parinibbana[10].
Seluruh naskah aliran Mahayana pada awalnya berbahasa Sansekerta dan dikenal sebagai Tripitaka.
Oleh karena itu istilah agama Buddha berbahasa Sansekerta sinonim
dengan agama Buddha Mahayana. Bahasa Sansekerta adalah bahasa klasik dan
bahasa tertua yang dipergunakan oleh kaum terpelajar di India. Selain
naskah agama Buddha Mahayana, kita menjumpai banyak catatan bersejarah
dan agama, atau naskah filsafat tradisi setempat lainnya ditulis dalam
bahasa Sansekerta[10].
Sejarah
Akar filosofis
"Gua Tukang Kayu" Buddhis di Ellora, Maharashtra, India
Secara historis, akar Buddhisme terletak pada pemikiran religius dari India kuno selama paruh kedua dari milenium pertama SEU.[11]
Pada masa tersebut merupakan sebuah periode pergolakan sosial dan
keagamaan, dikarenakan ketidakpuasaan yang signifikan terhadap
pengorbanan dan rital-ritual dari Brahmanisme Weda[note 2] Tantangan muncul dari berbagai kelompok keagamaan asketis dan filosofis baru yang memungkiri tradisi Brahamanis dan menolak otoritas Weda dan para Brahmana.[note 3][12] Kelompok-kelompok ini, yang anggotanya dikenal sebagai sramana, merupakan kelanjutan dari sebuah untaian pemikiraan India yang bersifat non-Weda, yang terpisah dari Brahmanisme Indo-Arya.[note 4] Para ahli memiliki alasan untuk percaya bahwa ide-ide seperti samsara, karma (dalam hal pengaruh moralitas terhadap kelahiran kembali), dan moksha, berasal dari sramana, dan kemudian diadopsi oleh agama ortodoks Brahmin.[note 5][note 6][note 7][note 8][note 9][note 10]
Pandangan ini didukung oleh penelitian di wilayah di mana gagasan ini berasal. Buddhisme tumbuh di Magadha Raya, yang terletak di sebelah barat laut dari Sravasti, ibu kota Kosala, ke Rajagraha di sebelah tenggara. Negeri ini, di sebelah timur aryavarta, negeri bangsa Arya, yang dikenal sebagai non-Weda.[20]
Naskah Weda lainnya mengungkap ketidaksukaan penduduk Magadha,
kemungkinannya karena Magadha pada masa tersebut belum mendapat pengaruh
Brahmanisme.[21]
Sebelum abad ke-2 atau ke-3 SEU, penyebaran Brahmanisme ke arah timur
memasuki Magadha Raya tidaklah signifikan. Pemikiran-pemikiran yang
berkembang di Magadha Raya sebelum abad tersebut tidak tunduk pada
pengaruh Weda. Ini termasuk tumimbal lahir
dan hukum karma yang muncul dalam sejumlah gerakan di Magadha Raya,
termasuk Buddhisme. Gerakan-gerakan ini mewarisi pemikiran tumimbal
lahir dan hukum karma dari kebudayaan yang lebih awal.[22]
Pada saat yang sama, gerakan-gerakan ini dipengaruhi dan dalam
beberapa hal melanjutkan pemikiran filosofis dalam tradisi Weda,
sebagaimana terefleksi misalnya di dalam Upanishad.[23] Gerakan-gerakan ini termasuk, selain Buddhisme, berbagai skeptis (seperti Sanjaya Belatthiputta), atomis (seperti Pakudha Kaccayana), materialis (seperti Ajita Kesakambali), antinomian (seperti Purana Kassapa); aliran-aliran terpenting pada abad ke-5 SEU adalah Ajivikas, yang menekankan aturan nasib, Lokayata (materialis), Ajnanas (agnostik) dan Jaina, yang menekankan bahwa jiwa harus dibebaskan dari materi.[24]
Doktrin Dasar Buddhisme
Empat Kebenaran Mulia
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia atau Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani),
yang merupakan aspek yang sangat penting dari ajaran Buddha. Sang
Buddha telah berkata bahwa karena kita tidak memahami Empat Kebenaran
Ariya, maka kita terus menerus mengitari siklus kelahiran dan kematian.
Pada ceramah pertama Sang Buddha, Dhammacakka Sutta, yang Ia
sampaikan kepada lima orang bhikkhu di Taman Rusa di Sarnath, adalah
mengenai Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan[25].
Empat Kebenaran Ariya tersebut adalah[26] :
- Kebenaran Ariya tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)
Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
penderitaan, ketidakpuasan, beban. Dukkha menjelaskan bahwa ada lima
kemelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu
adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak
dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan. Guru Buddha bersabda,
"Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu :
kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha,
kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita,
putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah
dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa
yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan
merupakan dukkha."[26]
- Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
Samudaya adalah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab,
contohnya : yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya
keinginan kepada hidup.
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa sumber dari dukkha atau penderitaan adalah tanhâ,
yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Tanha dapat
diibaratkan seperti candu atau opium yang menimbulkan dampak ketagihan
bagi yang memakainya terus-menerus, dan semakin lama akan merusak fisik
maupun mental si pemakai. Tanha juga dapat diibaratkan seperti air laut
yang asin yang jika diminum untuk menghilangkan haus justru rasa haus
tersebut semakin bertambah.[26]
- Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Nirodha adalah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan
dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi
tempat untuk keinginan tersebut.
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa dukkha bisa dihentikan
yaitu dengan cara menyingkirkan tanhä sebagai penyebab dukkha. Ketika
tanhä telah disingkirkan, maka kita akan terbebas dari semua penderitaan
(bathin). Keadaan ini dinamakan Nibbana.[26]
- Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Marga adalah jalan pelepasan. Jalan pelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan.
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa ada jalan atau cara untuk menghentikan dukkha, yakni melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan Menuju Terhentinya Dukkha dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu[26] :
-
- Kebijaksanaan (Panna), terdiri dari Pengertian Benar (sammä-ditthi) dan Pikiran Benar (sammä-sankappa)
-
- Kemoralan (Sila), terdiri dari Ucapan Benar (sammä-väcä), Perbuatan Benar (sammä-kammanta), dan Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
-
- Konsentrasi (Samädhi), terdiri dari Daya-upaya Benar (sammä-väyäma), Perhatian Benar (sammä-sati), dan Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)
Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dipisahkan antara Kebenaran yang
satu dengan Kebenaran yang lainnya. Empat Kebenaran Mulia bukanlah
ajaran yang bersifat pesimis yang mengajarkan hal-hal yang serba suram
dan serba menderita. Dan juga bukan bersifat optimis yang hanya
mengajarkan hal-hal yang penuh harapan, tetapi merupakan ajaran yang
realitis, ajaran yang berdasarkan analisa yang diambil dari kehidupan di
sekitar kita.
Jalan Mulia Berunsur Delapan
Dharmacakra melambangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420}, Guru Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya kepada Lima Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu), yang di dalamnya terdapat Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga). Di dalam Jalan ini mengandung unsur sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi), dan panna (kebijaksanaan)[27].
Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di dalamnya :
Divisi | Faktor Berunsur Delapan | Sanskrit, Pali |
---|---|---|
Kebijaksanaan (Sanskrit: prajñā, Pāli: paññā) |
1. Pengertian (Pandangan) Benar | samyag dṛṣṭi, sammā ditthi |
2. Pikiran Benar | samyag saṃkalpa, sammā sankappa |
|
Perilaku Etis (Sanskrit: śīla, Pāli: sīla) |
3. Ucapan Benar | samyag vāc, sammā vāca |
4. Perbuatan Benar | samyag karman, sammā kammanta |
|
5. Pencaharian (Penghidupan) Benar | samyag ājīvana, sammā ājīva |
|
Konsentrasi (Sanskrit and Pāli: samādhi) |
6. Daya upaya Benar | samyag vyāyāma, sammā vāyāma |
7. Perhatian Benar | samyag smṛti, sammā sati |
|
8. Konsentrasi Benar | samyag samādhi, sammā samādhi |
Jalan Mulia Berunsur Delapan dibabarkan sebagai berikut :
1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
- a. Empat Kesunyataan Mulia
- b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
- c. Hukum Paticca-Samuppäda
- d. Hukum Kamma
2. Pikiran Benar (Sammã Sankappa)
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
- a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa)
- b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avyäpäda-sankappa)
- c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsä-sankappa)
3. Ucapan Benar (Sammã Vãca)
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
- a. Ucapan itu benar
- b. Ucapan itu beralasan
- c. Ucapan itu berfaedah
- d. Ucapan itu tepat pada waktunya
4. Perbuatan Benar (Sammã Kammantã)
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
5. Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva)
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
- a. makhluk hidup
- b. senjata
- c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
- d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
- e. racun
Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya. 117), yaitu:
- a. Penipuan
- b. Ketidak-setiaan
- c. Penujuman
- d. Kecurangan
- e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)
6. Usaha Benar (Sammã Vãyama)
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
7. Perhatian Benar (Sammã Sati)
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
- - perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
- - perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
- - perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
- - perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)
Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassanã Bhãvanã.
8. Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.
Kamma
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung
tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip hukum sebab
akibat. Secara umum, kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sanskerta)
berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula
aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum
digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman
turunan/hukuman berat dan lain sebagainya.
Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum universal tentang
sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral yang impersonal.
Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup, yang tidak hidup, maupun yang
abstrak atau yang ada karena kita buat dalam pikiran sebagai ide) yang
muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari
ketidakadaan. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang
muncul tanpa ada sebab lebih dahulu[28].
Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma[29] :
"Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma.
Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan
atau pikiran."
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu
hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu
makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan
menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari
kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.
Dalam Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227}, Guru Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma[29] :
"Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan
dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat
kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan
engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
Tumimbal lahir
Tumimbal lahir atau kelahiran kembali (Pali : Punabbhava) merupakan 'suatu proses menjadi ada/eksis kembali dari suatu makhluk hidup di kehidupan mendatang (setelah ia meninggal/mati) sehingga lahir (jati), dimana proses ini merupakan akibat atau hasil dari kamma (perbuatan)nya pada kehidupan lampau.[30]
Proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali atau punabbhava terjadi
pada semua makhluk hidup yang belum pencapai Penerangan Sempurna,
ketika mereka telah meninggal/mati.
Dalam Hukum Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan), proses menjadi ada/eksis atau punabbhava
atau kelahiran kembali disebabkan oleh Kamma (perbuatan) yang kemudian
menghasilkan kemelekatan kepada segala sesuatu termasuk kemelekatan pada
hidup dan kehidupan. Jadi makhluk hidup apapun yang mengalami proses
menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali (punabbhava), merupakan makhluk
yang masih memiliki kemelekatan pada sesuatu dalam kehidupan
sebelumnya. Dan seperti yang diuraikan dalam Hukum Paticcasamuppada
kemelekatan timbul karena adanya Tanha (keinginan/kehausan) dan juga Avijja (ketidaktahuan/kebodohan).
Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
— Sutta Pitaka, Udana VIII : 3
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam
Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang
Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang
yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak
Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat
dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa
pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata)
maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi[31].
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat
bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan
konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep
tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat
Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha
dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat
Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah
sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam
kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda
dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang
tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan
konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati di mana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir.
Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada
pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan
usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan
contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan
mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran &
realitas sebenar-benarnya.
Moralitas dalam Buddhisme
Sebagai mana agama Kristen, Islam, dan Hindu, ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan.
Moralitas dalam ajaran Buddha bertujuan praktis menuntun orang
menjuju tujuan akhir kebahagiaan tertinggi. Dalam jalan umat Buddha
menuju pembebasan, setiap individu dianggap bertanggung jawab untuk
keberuntungan dan kemalangannya sendiri. Setiap individu diharapkan
mengupayakan pembebasannya sendiri melalui pemahaman dan usaha.
Keselamatan umat Buddha adalah hasil pemgembangan moral orang itu
sendiri dan tidak dapat diadakan atau diberikan kepada seseorang oleh
suatu perantara eksternal. Misi Sang Budda adalah untuk mencerahkan
manusia akan sifat keberadaan dan untuk menasihatkan bagaimana cara
terbaik untuk kebahagiaan mereka dan keuntungan orang lain. Secara
konsekuen, etika umat Buddha bukan merupakan perintah apa pun yang
memaksa manusia untuk mengikutinya[32].
Moralitas bagi umat Buddha dapat dirangkum dalam tiga prinsip sederhana : "Hindarkan kejahatan; lakukan kebaikan; sucikan pikiran. Inilah nasihat yang diberikan oleh semua Buddha." (Dhammapada:183)[33]
Lima Sila (Pancasila)
Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah[34] :
- Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
- Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
- Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
- Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
- Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang artinya:
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perkataan dusta
- Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Aliran dan tradisi Buddhisme
Umat Buddha secara umum mengklasifikasikan diri mereka sebagai Theravada atau Mahayana.[35] Klasifikasi ini juga digunakan oleh beberapa ahli[36] dan merupakan salah satu penggunaan yang lazim dalam bahasa Inggris.
Buddha Mahayana
Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong
Sutra Teratai merupakan Referensi sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis
beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan
kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah
lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid
Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil
ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan
legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Pemujaan kepada Buddha Amitabha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana.
Surga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati
selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap
Buddha Amitabha di mana mereka tidak perlu lagi mengalami proses
tumimbal lahir dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih
menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan
kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah
mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha
inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana
yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk
apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran
Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva
(makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan
Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka
suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan
hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan
datang, Buddha Maitreya .
Buddha Theravada
Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua
yang bertahan sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Lanka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.
Gramatika
Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa,
sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5. Diyakini
Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha
terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).
Sejarah
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu.
Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan
kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu
yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana
awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang
ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain
kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin
perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang
merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya
disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka
ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan
Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.
Kitab suci Buddhisme
Kitab suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah kitab suci Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali
(Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui
hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali/Magadhi Kuno, yang terbagi
dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau
"keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Piṭaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).
Hari Raya
Terdapat empat hari raya utama dalam agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.
Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak
yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran
Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan
Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai
Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau
Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha
di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali
"Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari
bahasa Sanskerta
Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha
setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha
memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut,
selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana
kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk
perkembangan dan kemajuan agama Buddha.
Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja /
Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari
Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana
Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa
(Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi.
Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan
Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat.
Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa
diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia,
karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama
kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut,
Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci)
yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha,
maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha
dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha,
Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat
Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana (
Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha
memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung
kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung
kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat
Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha
merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha
ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti
Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha
mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha,
Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di
hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditabiskan sendiri
oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu:Bhikkhu yang ditasbihkan sendiri oleh sang
Buddha), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian
satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di
Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.
Penyebaran di Asia dan Indonesia
Peta penyebaran ajaran Buddha
Agama Buddha mulai berkembang di India,
yaitu tempat dimana Buddha Gautama mengajarkan ajarannya. Setelah
wafatnya Buddha Gautama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja,
melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai
sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.
Penyebaran di India dan Asia Tengah
Dimulai dari India, tempat dimana Buddha Gautama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gautama mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana dan Theravada
akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum
tua.Theravada umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat, sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan.
Selain melalui kaum biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti Raja Ashoka.
Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti
serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti
menghargai kebenaran, cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim
misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka
dimana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi basis agama
Buddha.
Penyebaran di Asia Timur
Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan.
Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan
sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk
berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai
agama mereka. Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa kota Asia Tengah seperti Khotan, telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama kalinya orang Tiongkok mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama Buddha.
Bentuk awal penyebaran agama Buddha di Tiongkok adalah dengan adanya
penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran
Buddha dari bahasa India ke bahasa Tionghoa kala itu. Selain itu, juga
lahirnya berbagai karya seni dan pahat dimana patung-patung Buddha
dibuat. Bentuk perkembangan lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah
ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur dan filsafat waktu itu.
Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.
Penyebaran di Asia Tenggara
Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara
datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya
hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut
untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara,
tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah
pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama Buddha, tapi
tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak
masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).
Penyebaran di Nusantara
Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah sekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.
Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.
Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam
kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah
menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya.
Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha
Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah,
kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatera, dan agama Islam
segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan
penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang dominan di Nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke Nusantara hanya pada abad ke-19, dengan kedatangan pedagang dan orang-orang Tionghoa, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.
Candi-Candi Peninggalan Kerajaan Buddha di Nusantara
Candi-candi peninggalan agama Buddha di Nusantara kebanyakan terdapat di Jawa dan Sumatera, antara lain:
- Candi Batujaya, stupa bata di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Diduga mulai dibangun pada abad ke-4 M, salah satu bangunan Buddha tertua di Nusantara.
- Candi Kalasan atau Tarabhavanam, candi ini didirikan oleh Rakai Panangkaran pada tahun 778 M untuk memuja Dewi Tara. Candi ini terletak di Yogyakarta.
- Candi Sari, biara bertingkat dua yang terkait dengan candi Kalasan.
- Candi Sewu atau Prasada Vajrasana Manjusrigrha, candi ini terletak di utara dari Candi Prambanan dan menurut Prasasti Manjusrigrha dibangun sekitar tahun 792 M, dan dipersembahkan untuk memuliakan bodhisatwa Manjusri.
- Candi Mendut, terletak pada satu garis lurus ke arah timur dari Candi Borobudur. Di dalamnya terdapat tiga arca batu berukuran 3 meter yaitu Buddha Wairocana diapit bodhisatwa Awalokiteswara dan Wajrapani.
- Candi Pawon, candi ini juga terletak pada garis lurus arah timur antara Candi Borobudur dan Candi Mendut.
- Candi Borobudur, candi ini merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Candi Borobudur dibangun oleh raja-raja Wangsa Sailendra pada abad ke-9 M dan bangunan candi terdiri atas sepuluh tingkat. Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
- Candi Plaosan, candi ini terdiri atas dua candi induk kembar, terletak di arah timur Candi Sewu.
- Candi Sojiwan, candi Buddha ini dikaitkan dengan tokoh Rakryan Sanjiwana atau Sri Kahulunnan Pramodhawardhani. Pada bagian kakinya terukir kisah fabel Jataka.
- Candi Banyunibo, candi Buddha terletak dekat kompleks purbakala Ratu Boko.
- Candi Muaro Jambi, kelompok candi Buddha dari bata merah ini terletak di tepi utara sungai Batanghari dekat muara, Kabupaten Muaro Jambi, terkait dengan Kerajaan Malayu di Jambi.
- Candi Muara Takus, candi ini terletak di Kabupaten Kampar, Riau.
- Candi Bahal di dekat Padangsidempuan, Sumatera Utara merupakan bangunan bercorak Buddha.
- Candi Sumberawan, stupa ini terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, terkait kerajaan Singhasari.
- Candi Brahu, candi dari bahan bata merah di Situs Trowulan, Jawa Timur. Terkait kerajaan Majapahit
- Candi Jabung, candi Buddha berbahan bata merah ini juga terkait kerajaan Majapahit. Terletak dekat Probolinggo, Jawa Timur.
Demografis
Persentase umat Buddha berdasarkan negara, menurut Pew Research Center, per tahun 2010.
Buddhisme diperkirakan dipraktikkan oleh sekitar 488 juta,[7] 495 juta,[37] atau 535 juta[8] penduduk dunia per tahun 2010, merepresentasikan 7% sampai 8% total populasi dunia.
Tiongkok merupakan negara dengan populasi Buddhis terbesar, sekitar 244 juta jiwa atau 18,2% dari total populasinya.[7] Mereka kebanyakan adalah pengikut aliran Buddhisme Mahayana,
menjadikan Mahayana sebagai aliran Buddhis yang terbesar dibandingkan
tradisi lainnya. Mahayana, juga dipraktikkan secara luas di Asia Timur, diikuti oleh lebih dari setengah populasi Buddhis dunia.[7]
Berdasarkan analisis demografi yang dilaporkan oleh Peter Harvey (2013)[8] : Mahayana memiliki 360 juta pemeluk; Theravada memiliki 150 juta pemeluk; dan Vajrayana memiliki 18,2 juta pemeluk. Di luar Asia, jumlah umat Buddha sebanyak tujuh juta jiwa.
Menurut Johnson and Grim (2013), agama Buddha telah tumbuh dari total 138 juta penganut pada tahun 1910, dengan 137 juta berada di Asia, menjadi 495 juta pada tahun 2010, dengan 487 juta berada di Asia.[37]
Sepuluh negara di dunia dengan populasi mayoritas Buddhis terbesar :
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha
Negara | Estimasi populasi Buddhis | % Buddhis dari total populasi | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
![]() |
13.701.660 | 96,90% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
64.419.840 | 93,20% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
38.415.960 | 80,10% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
563.000 | 74,70% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
14.455.980 | 69,30% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
4.092.000 | 66,00% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
1.520.760 | 55,10% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
45.807.480 atau 84.653.000 | 36,20% atau 67%[39] | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
1.725.510 | 33,90% | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
4.945.600 atau 8.000.000 | 21,10% atau 35%[40] |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar