KASUSASTRAAN
HINDU III
BRHAD’ARANYAKA
UPANISAD
I
Gede Pasek Surya Fana 12.1.1.1.1.156
Ni Kadek Sintia Dewi 12.1.1.1.1.162Ni Pt. Novi Purnama Yanti 12.1.1.1.1.163
Ni
Wayan Etris Natalia 12.1.1.1.1.165
Ida
Ayu Dwi Adnyasuari 12.1.1.1.1.171
Ni
Made Dwi Puspitawati 12.1.1.1.1.189
Ngurah
Arya Sastawan 12.1.1.1.1.231
Kadek
Dwi Sentana Putra 12.1.1.1.1.151
I
Kadek Bharata Dwyq Saputra 12.1.1.1.1.153
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
PRODI
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Om Swastiastu
Puja dan puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa, karena anugerah-Nya
yang tiada hentinya kami dapat menyelesaikan tugas makalah agama dengan tema
Konsep ajaran Panca Sradha di dalam Brhad’aranyaka Upanisad. Makalah ini
disusun sebagai tugas dan secara garis besar memuat tentang bagaimana pemahaman
umat hindu terhadap panca sradha di dalam brhad’aranyaka upanisad.
Demikian
makalah ini kami susun, terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
memberikan bahan-bahan atau referensi yang terkait sehingga membantu selesainya
penyusunan makalah ini. Disamping itu, kami juga menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, bahkan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif sangat kami harapkan. Terima Kasih.
Denpasar, 19 November 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang……………………………………………………………1
1.2
Rumusan Masalah……………………………………...…………………2
1.3
Tujuan………………………………………………….…………………2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Brahman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad…………………….………..3
2.2
Atman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad ………………….…………….5
2.3
Karma Phala Dalam Brhad-aranyaka Upanisad ……………..…………..10
2.4
Punarbawa Dalam Brhad-aranyaka Upanisad …………………………...12
2.5
Moksa Dalam Brhad-aranyaka Upanisad………………………………...14
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan………………………………………………………………….16
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kitab Upanisad termasuk dalam kitab Veda
Sruti, di samping sastra-sastra Brahmana. Ajaran yang
tertulis dalam semua kitab upanisad merupakan reaksi dari kaum
ksatria terhadap kekuasaan kaum brahmana pada zaman brahmana.
Pertentangan para kaum Ksatria terhadap kaum brahmana itu
diajarkan dalam ajaran-ajaran upanisad. Upanisad memuat tentang ajaran filsafat, meditasi serta konsep ketuhanan.
Upanisad
yang tertua di antaranya adalah Brhadaranyaka Upanisad dan Chandogya
Upanisad, diperkirakan disusun pada abad kedelapan sebelum masehi. Dan
diantara Upanisad yang banyak jumlahnya tersebut, yang termasyhur ialah Chandogya
dan Kathaka-Upanisad, yang kebanyakan Upanisad-Upanisad tersebut
berbentuk percakapan antara seorang murid dengan seorang guru yang tahu
segala-galanya atau antara dua orang Brahmana. Ajaran-ajaran pokok dalam
semua kitab upanisad sebagian besar membahas mengenai konsep ajaran Panca
Sradha. Pada pembahasan ini akan lebih fokus menjelaskan tentang Brhadaranyaka
upanisad serta pokok ajaran Panca Sradha yang ada didalamnya.
Brhadaranyaka Upanisad termasuk ke dalam sukla yajur veda dan memiliki enam
bagian yang kesemuanya kecuali bagian ketiga dan keempat, menguraikan upasana
atau pemujaan yang dihubungkan dengan karma atau kegiatan ritual (Kasutri, N.
1998:43). Bagian ketiga dan keempat berisi ajaran dari yajnavalkya
tentang kebenaran yang disampaikan kepada Janaka. Keagungan dan kebesaran
yang luar biasa dari kecerdasan orang bijak ini secara mengagumkan
diperlihatkan dalam upanisad ini. Para calon sprititual yang ingin
mencapai tujuan pembebasan, bagian dari brhadaranyaka ini memberikan
tuntunan yang terbaik. Oleh karena itu bagian ini dinyatakan sebagai yajnavalkya
kanda. Upanisad ini merupakan yang terakhir dari 10 buah upanisad
yang terkenal karena ukurannya yang besar atau luas, ia dinamakan brhat;
dan karena ia merupakan kitab yang terbaik untuk dipelajari di keheningan hutan
atau aranya, ia merupakan sebuah kitab aranyaka dan ia
mengajarkan brahmajnana, sehingga ia digolongkan sebagai sebuah upanisad.
Brhadaranyaka upanisad yang dianggap sebagai yang
terpenting dari semua upanisad, Upanisad ini terdiri dari tiga
kanda, yaitu Madhu Kanda yang mengajarkan tentang identitas dasar dari
individu dan atman semesta. Yajnavalkya atau muni kanda
yang memberikan pembenaran secara falsafah dari ajaran ini. Dan Khila kanda artinya
tambahan yang membicarakan tentang beberapa macam pemujaan dan Samadhi,
upasana yaitu menjawab secara garis besar tiga tahap kehidupan beragama, sravana,
mendengarkan upadesa atau ajaran, manana, pemikiran logis, upapatti
dan nididhayasana atau Samadhi perenungan. Pada pokok pembahasan
ini akan lebih difokuskan pada penjelasan mengenai pokok ajaran Panca Sradha
dalam Brhadaranyaka Upanisad yaitu tentang pokok ajaran Ketuhanan, Atman,
Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimanakah konsep Brahman dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.2
Bagaimanakah konsep Atman dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.3
Bagaimanakah konsep Karma Phala dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.4
Bagaimanakah konsep Punarbhawa dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.5
Bagaimanakah konsep Moksa dalam Brhad-aranyaka
upanisad?
1.3
Tujuan
Tujuan dari pemaparan materi ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
ajaran-ajaran pokok yang terdapat dalam kitab Brhad-aranyaka Upanisad,
khususnya tentang pokok ajaran Panca Sradha yaitu percaya dengan adanya Brahman,
Atman, Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Brahman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Dalam kitab suci Hindu sifat-sifat Tuhan dilukiskan sebagai
Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih
sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari segala
kwalitas terberkati yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap
mencurahkan anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain,
tujuan utama penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya
pada mahluk-mahluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang
sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna.
Dalam Brhadaranyaka Upanisad Bab III.8.8-9,
sesungguhnya Brahman itu tidak dapat dikatakan bagaimana,
dalam jawaban Yajnavalkya atas pertanyaan Gargi, dinyatakan bahwa :
“sa hovaca: etad vai tad aksaram, gargi, brahmana
abhivadanti, asthulam, ananu, ahrasvam, adirgham, alohitam, asneham, acchayam,
atamah, avayv anakasam, asangam, arasam, agandham, acaksuskam, asrotram, avak,
amanah, atejaskam, apranam, amukham, amatram, anantaram, abahyam; na tad asnati
kim cana, na tad asnati kas cana.” || 3.8.8 ||
“etasya va aksarasya prasasane, gargi, suryacandramasau
vidrtau tisthatah;etasya va aksarasya prasasane, gargi,dyavaprthivyau vidhrte
tisthatah;etasya va aksarasya rasasane, gargi, nimesa, muhurta, ahoratrany
ardhamasa, masa, rtavah, samvatsara iti. Vidhrtas tisthanti; etasya va aksarasya
prasasane, gargi, pracyo’nya nadyah syandante svetebhaharvatebhyah,
praticyo’nyah, yam yam ca disam anu; etasya va aksarasya prasasane, gargi,
dadato manusyah prasamsanti; yajamanam devah, darvim pitaro’nvayattah.” ||
3.8.9 ||
Terjemahan :
“Yang
mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus,
tidak pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula
menempel (seperti air). Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula
udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa
telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa nafas,tanpa mulut,
tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan apapun
dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu,
matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing”.
Maksud uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa dalam
Brhad Aranyaka Upanisad disebutkan bahwa Brahman itu bersifat
Neti-neti, artinya bukan kasar, bukan pendek, bukan bayangan ,tanpa ukuran, dan
sejenisnya. Jadi, Brahman bukanlah suatu substansi dan tidak memiliki
sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan
dengan ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti
ada atau keberadaan. Jika Brahman disebut sat berarti
bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ialah
satu-satunya yang ada, yang harus dibedakan dengan segala yang lain dari
pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
Kata cit berarti
kesadaran yang menunjuk kepada sifat Brahman yang
rohani. Brahman yang satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang
sadar, bukan yang mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya
bahagia, yang menunjuk kepada sifat Brahman yang meliputi
segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari kebahagiaan
saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan bahwa Brahmanlah
satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala
sesuatu yang ada, yang sadar atau yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu
yang memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar dari pada-Nya.
Ia yang menjadikan dirinya sendiri dan memenuhi alam semesta. Brahman itu
tidak berbeda dari Sang Diri, seluruh umat manusia (hakekatnya) adalah Brahman.
Berpangkal dari pandangan ini seluruh umat manusia pada hakekatnya/ esensinya
adalah sama dan satu. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad 3.9.28. disebutkan :
“Satyam Jnanam anantam Brahma, vijnanam anandam brahma”
Terjemahan :
Brahman
adalah Kebenaran dan Pengetahuan
(tak terbatas), Brahman adalah Pengetahuan tertinggi dan kebahagiaan.
Upanisad menyatakan bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala
sesuatu yang ada di Alam Semesta dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu.
Beliau Pencipta, Pengatur sekaligus sebagai Pemralina segala sesuatu
yang ada di Alam Semesta ini. Dalam Brhadaranyaka Upanisad menyatakan
: “Sarwam Khalvidam Brahman” terjemahannya ‘Segalanya adalah Tuhan Yang
maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme. Keyakinan terhadap adanya
Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya
berada di dalam yang Esa.
Pernyataan yang lain dilengkapi oleh ceritera Gargya dalam Brhadaranyaka
Upanisad Bab II.1.1, yang tak berhasil memberikan batasan tentang Brahman
dan akhirnya ia mendapat penjelasan tentang atman untuk menjelaskan
tentang Brahman dari seorang raja. Apabila untuk tujuan ini kita
berpegang teguh pada perbedaan Brahman sebagai azas alam semesta dengan
atman sebagai azas rohani, maka pemikiran pokok dari semua ajaran filsafat Upanisad
dapat kita nyatakan dengan persamaan yang sederhana, yaitu “Brahman = Atman”.
Brahman,
kekuatan yang menampilkan din kepada kita membenda pada semua benda yang
terjadi, yang mencipta, mendukung, memelihara dan menerima kembali seluruh alam
semesta ini ke dalam diri-Nya sendiri, dan tenaga suci yang kekal tak terbatas
ini sama dengan atman yang apabila kita tinggalkan dengan melepaskan semua
bentuk kulit- luar, kita akan mendapatkan dalam din kita sendiri sebagai
hakekat yang paling hakiki, pribadi kita, jiwa kita. Kesamaan akan Brahman
dan atman ini, antara Tuhan dan roh perseorangan, adalah pandangan yang
mendasar pada semua ajaran upanisad.
Pada Bab III.9.1-9 dijelaksan pula tentang berbagai Dewata
dan satu Brahman. Yajnavalkya menjelaskan jumlah dewata
berdasarkan yang dijelaskan dalam nivid yaitu 303 dan 3003. Jumlah
tersebut adalah hanya perwujudan dari mereka saja, sebenarnya jumlah mereka ada
33 dewata. 33 Dewata tersebut adalah Kedelapan Vasu, kesebelas Rudra,
dan kedua belas Aditya, semuanya menjadi 31, Indra dan Prajapati
maka semuanya menjadi 33.
2.2
Atman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Atman
berasal dari kata “an” yang artinya bernafas (hidup). Dalam pengertian
umum Atman berarti roh atau jiwa yang mencakup segala aspek hidup.
Sebagaimana halnya Brahman, maka Atman pun bersifat kekal abadi
dan tidak pernah mati, dan di dalam Rg Veda Atman disebut “Ajobhagah”
yaitu yang tidak dilahirkan. Atman adalah merupakan esensi dasar dari
manusia, sedangkan Brahman adalah esensi hidup dari seluruh alam
semesta. Namun hakekat sejatinya Brahman dan Atman adalah sama
(menunggal).
Brhad
aranyaka Upanisad
III.9.26. mengatakan :
“kasmin nu tvam catma ca pratisthitau stha iti. pkasmin nu
tvam catma ca pratisthitau stha iti. prana iti. kasmin nu pranah pratisthita
iti. apana iti. kasmin nv apanah pratisthita iti. vyana iti. kasmin nu vyanah pratisthita
iti. udana iti. kasminn udanah pratisthita iti. samana iti. sa esa, na iti. na
ity atma, agrhyah na hi grhyate, asiryah, na hi siryate, asangah na hi sajyate,
asito na vyathate, na risyati. etany astav ayatanani, astau lokah, astau devah,
astau purusah. sa yas tan purusan niruhya pratyuhyatyakramat, tam tva
aupanisadam purusam prcchami. tam cen me na vivaksyasi murdha te vipatisatiti.
tam ha na mene sakalyah, tasya ha murdha vipapata, api hasya parimosino'sthiny
apajahruh, anyan manyamanah." || 3.9.26 ||
Terjemahan :
“Atman
itu bukanlah yang ini. Dia tidak bisa dilukiskan, karena dia tidak terlukiskan.
Dia tidak bisa hancur, karena tidak pernah dihancurkan. Dia tidak pernah
terikat, karena Dia tidak pernah mengikat dirinya”.
Menurut pandangan hindu, atman adalah intisari yang terdapat di
dalam diri seseorang. Atman ini adalah murni, suci, abadi, sempurna, ada
dimana, mahakuasa, dan maha tahu. Dalam kata-kata Rsi Yajnavalkya
(Brhadaranyaka Upanisad IV.5.15):
"Kesadaran (atman), bukan digambarkan seperti ini,(neti
neti), Atman tidak dapat dilihat, tidak dapat dirasakan, Tidak terhancurkan,dan juga tidak
hancur. Tidak pernah menderita,tidak pernah merasakan rasa sakit,atau tidak
dapat terluka. Tidak terikat,dan tidak pernah terikat dengan apapun"
Ketika berhubungan dengan tubuh dan di bawah pengaruh dari
ketidak perdulian kosmis (avidya atau maya), atman melupakan
sifat alaminya dan dengan salahnya mengidentifikasikan dirinya dengan tubuh.
Pengindentifikasian yang salah ini adalah penyebab dari keterikatan dengan
keberadaan materi dan kesenangan, rasa sakit dan penderitaan dalam siklus
kelahiran dan kematian dalam dunia yang penuh dengan peristiwa. Ini adalah
tujuan utama dari kehidupan keagamaan Hindu adalah untuk mentransendentalkan
seseorang,untuk menyadari sifat alami seseorang, yang merupakan sifat ketuhanan
yang suci,dan murni. Kesadaran ini disebut dengan moksa,atau pembebasan
dari jiwa,dari siklus kematian dan kelahiran,yang menghasilkan penyatuan dengan
Tuhan.
Walaupun kata sansekerta atman secara umum
diterjemahkan sebagai jiwa, atman dan jiwa tidak berubah yang berbeda
dengan pengertian Barat mengenai jiwa. Apa yang disebut dengan jiwa oleh orang
barat disebut dengan manas (atau suksma sarira). Dalam pandangan
hindu,pikiran,kecerdasan dan ego muncul dalam atman, dalam tubuh fisik. Atman
juga terkadang diterjemahkan sebagai jiwa (spirit) atau diri.
Selanjutnya dalam Brhad-aranyaka Upanisad dalam
Percakapan Yajnavalkya dengan
Maitreyi mengenai
Atman yang mutlak,
dijelaskan sebagai berikut:
Dalam
Brahmana ke-4 sloka 1-14 Menjelaskan:
“Maitreyi,
iti hovaca yajnavalkyah, ud yasyan va are ‘ham asmat sthanad asmi, hanta, te
‘naya katyayanyantam karavaniti.”
Terjemahan :
‘Maitreyi,’’kata
yajnavalkya, sesungguhnya aku akan melewati masa yang sekarang ini (grhastha).
Karena itulah aku akan mengadakan penyelesaian terakhir dengan engkau dan
Katyayani itu’
Dalam
sloka berikutnya akan diterangkan mengenai atman itu sendiri :
“Sa
hovaca : na va are patyuh kamaya patih priyo bhavati, atmanas tu
kamaya patih priyo bhavati : na va jayayai kamaya jaya priya bhavati, atmanas
tu kamaya jaya priya bhavati ; na vaare putranam kamaya putrah priya bhavanti,
atmanas tu kamaya putrah priya bhavanti ; na va are vitasya kamaya vittam
priyam bhavati, atmanas tu kamaya vittam priyam bhavati ; na va are brahmanah
kamaya brahma priyam bhavati, atmanas tu kamaya brahma priyam bhavati; na va
are ksatrasya kamaya ksatram priyam bavati; atmanas tu kamaya ksatram priyam
bhavati; na va are lokanam kamaya lokah priya bhavanti, atmanastu kamaya lokah
priyah bhavanti ; na va are devanam kamaya devah priya bhavanti,atmanas tu
kamaya devah priya bhavanti ; na va are bhutanam kamaya bhutani priyani
bhavanti, atmanas tu kamaya bhutani priyani bhutani ; na va are sarvasya kamaya
sarvam priyam bhavati, atmanas tu kamaya sarvam priyam Bhavanti; atma va are
drastavyah. Srotavyo mantavyo nididhyiasitavyah: maitreyi atmono va are
darsanena sarvanena matya vijnanenesarvam viditam”
Terjemahan :
‘Kemudian
dia berkata : “Sesunggguhya bukanlah untuk kepentingan sang
suami, sang suami disayangi, tetapi sang suami disayangi untuk kepentingan
atman.sesungguhnya bukanlah untuk kepentingan sang istri, sang istri
disayangi, melainkan sang istri disayangi untuk kepentingan atman.
Sesungguhnya bukanlah kepentingan sang anak, sang anak disayangi, melainkan
sang anak disayangi untuk kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk
kepentingan kekayaan bahwa kekayaan itu disayangi, tetapi kekayaan itu
disayangi untuk kepentingan atman. Sesungguhnya bukanlah demi
kepentingan ke-brahmana-an ke-brahmana-an itu disayangi, tetapi
ke-brahmana-an itu disayangi demi kepentingan atman.Sesungguhnya
bukanlah untuk kepentingan ke-ksatrya-an ke-ksatrya-an itu
disayangi, tetapi ke-ksatrya-an itu disayangi demi
kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk kepentingan dunia, dunia
disayangi, tetapi dunia disayangi demi kepentingan atman. Sesugguhnya
bukan untuk kepentingan dewata, dewata iitu disayangi, tetapi dewata disayangi
demi kepentingan atman.sesungguhnya bukanlah untuk
kepentingan makhluk-makhluk, makhluk makhluk itu disayangi, tetapi
makhluk-makhluk tu disayangi demi kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk
kepentingan semua, semua disayangi tetapi semua disayangi demi kepentingan atman.
Sesungguhnya Maitreyi , atman inilah
seharusya dilihat, didengar, dipikirkan, dan samadhi kepadanya.
Seungguhnya, dengan melihatnya, dengan mendengarnya, dengan memikirkannya,
dengan mengerti tentang atman, semuanya akan dimengerti’.
Penjelasannya bahwa semua yang ada ini dipandang sebagai atman.
Atman inilah yang sesungguhya disanyangi, dimengerti, diapahami maka kita
akan dapat mengerti semuanya.karena pada dasarnya semua tidak ada yang abadi
kecuali atman. Seperti pada ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang
berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang
berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan
ketentraman batin (kedamaian abadi ). Ajaran tersebut
selanjutnya dijabarkan dalam konsepsi Catur Purusa Artha yang
berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari Dharma,
Artha, Kama, Moksa. Jadi, apabila ingin mencapai sesuatu yang abadi maka
kita perlu menerapkan ajaran tersebut. Sloka berikutnya menjelaskan lagi mengenai atman.
‘Brahmana
tidak akan memperhatikan dia yang menganggapnya berbeda dengan atman.
Ksatrya akan mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dengan atman.
Dunia mengesampingkan seseorang yang membedakannya dengan atman. Dewata
mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dari atman. Makhluk-makhluk
mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dari atman. Semuanya
mengesampingkan dia yang menganggap hal ini sebagai hal yang berlainan dengan
atman. Brahmana ini, ksatria ini, dunia-dunia ini, dewata ini, makhluk-makhluk
ini dan semua ini adalah atman.
Sebagaimana ketika bedug dipukul, seorang tidak akan sanggup
menangkap suara yang dikeluarkan, tetapi dengan memegang bedug atau
pemukul bedugnya, suara bisa ditangkap. Seperti pula ketika kulit kerang ditiup, seseorang tidak
akan sanggup menangkap suara yang dikeluarkan, tetapi dengan memegang kulit
kerangnya, suara akan ditangkap. Seperti juga ketika vina (seruling) ditiup, seorang tidak
akan sanggup menangkap suara yang dikeluarkanyang dikeluarkan, tetapi dengan
memegng vina-nya atau pemain vina-nya suaranya akan bisa ditangkap. Seperti juga sinar api yang
dihidupkan dengan minyak campur air, berbagai asap akan keluar menyebar, begitu
juga, sayangku, Rg-Veda, Yajur Veda, Sama Veda, Atharvangirasa, Purana
dan Itihasa, Ilmu Pengetahuan, Upanisad, sloka, aphorisme,
penjelasan komentar-komentar Dan hal inilah, semuanya ini dinafaskan.
Sebagaimana juga lautan adalah tujuan tempat bersatunya
semua air, seperti pula kulit adalah tujuan dari segala macam rabaan, demikian
juga halnya dengan lobang hidung adalah satu tujuan dari segala macam bau,
lidah adalah tujuan dari semua rasa, mata adalah tujuan dari semua betuk,
demikian juga telinga adalah tujuan dari semua suara, seperti pikiran yang
menjadi tujuan dari semua penentuan, jantung adalah tujuan dari semua
pengetahuan, tangan-tangan adalah tujuan dari semua tindakan, alat kelamin
adalah tujuan dari segala’ Macam kenikmatan, alat pembuangan adalah tujuan dari
semua pengungsian (ampas), kaki adalah tujuan dari semua gerakan, wicara adalah
satu tujuan dari semua veda.’ Sama seperti
segumpal garam yang dilempar air, larut didalamnya, dan tidak ada lagi yang
tersisa dan yang bisa diambil, tetapi siapa saja yang mengambil (airnya)akan
merasakan bahwa air tersebut adalah asin, demikian pulalah wujud yang Agung
ini, tanpa batas hanya terdiri dari pengetahuan. Muncul dari unsur-unsur ini,
seseorang juga akan binasa kedalamnya. Ketika dia meninggal, tidak akan ada
lagi pegetahuan.
Atman
merupakan percikan terkecil dari Paramatman. Atman dengan badan adalah
laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah atman yag mengemudikan sedangkan kereta adalah
badan. Atman adalah nafas, roh, hidup, pribadi, sifat badan, roh alam
semesta yang mendalam yang tidak mampu dibahas oleh ilmu pengetahuan modern
sekalipun. Namun demikian para Maha Rsi ribuan tahun silam telah sampai pada
thesis serta riset dan teknologi roh. Hal ini dapat kita baca melalui thesis
para Rsi yang berupa kitab-kitab Upanisad. Dalam kitab Brhad Aranyaka
IV Prapatal, disebutkan bahwa :
“Atmaivedam
agra asit purusavidhah, so nuviksya nanyad atmano pasyat, so ham asmity agre
vyaharat; tato ham namabhavat, tasmad apy etarhy amantritah; aham ayam ity
evagra uktva, athanyam nama prabrute yad asyabhavati , sa yat purvo smat
sarvasmat sarvan papmana ausat, kata, “tasmat purusah; osati ha vai sa tam, yo
smat purvo bubhusati, ya evam veda.”
Terjemahan:
Pada
permulaannya dunia ini adalah atman, dalam bentuk sebagai seorang. Melihat
kesekelilingnya dia tidak melihat siapa-siapa kecuali dirinya. Pertama-tama dia
berkata, “Aku”. Karena itu terciptalah kata aku. Karena itu bahkan sampai
sekarang, jika seseorang disebut pertama-tama ia akan berkata “Inilah aku” dan
kemudian menyebutkan nama apa saja yang dia punya. Sebab sebelum semuanya ini,
dia membakar segala kejahatan, karena itulah dia seseorang. Dia yang mengerti
hal ini sesungguhnya membakar orang yang ingin berada di depannya.
Sloka tersebut diatas memberikan penjelasan bahwa alam semesta ini bermula atau
berasal dari roh dan roh yang tunggal itu meresap pada setiap substansi yang
paling kecil sekalipun. Sebagaimana banyak diuraikan dalam berbagai mantram dan
sloka suci bahwa tiada ruangan yang kosong untuk roh. Untuk dapat lebih memahami
konsep atma melaui kitab-kitab Upanisad dibutuhkan kemampuan ekstra, yaitu
kemampuan di luar batas jangkauan intelektual, karena kedalaman bahasanya sulit
diukur dengan ilmu pengetahuan intelektual. Sehingga dibutuhkan guru spiritual
yang mapan untuk menuntut agar lebih memahami kitab-kitab Upanisad.
2.3
Karma Phala Dalam
Brhad-aranyaka Upanisad
Barang siapa berbuat baik akan mengalami yang baik, dan yang
berbuat jahat akan mengalami kejelekan. Itulah yang dimaksud dengan Karma.
Karma ini berlaku untuk hidup yang lalu , hidup sekarang, dan hidup yang
akan datang. Karma berasal dari kata Sanskrit "Kr" yang
artinya pekerjaan, perbuatan. Filosofi karma bersumber pada Veda
yaitu pengembangan dari filosofi "Rta" yang artinya sebagai
hukum Hyang Widhi atau dalam bahasa sehari-hari disebut kodrat. Kitab-kitab
Upanisad menyimpulkan bahwa karma adalah perbuatan yang dilakukan
yang akan mendapatkan hasil atau akibat (pahala/ phala) sesuai dengan
hukum kemaha kuasan Hyang Widhi.
Dalam filosofi Rwa bhineda pahala atas
karma manusia ada dua yaitu: pahala yang baik, dan pahala yang
buruk. Pahala/ phala yang baik diterima sebagai akibat karma yang
baik, dan pahala yang buruk diterima sebagai akibat karma yang
buruk seperti apa yang disebutkan dalam Brhadaranyaka Upanisad III.2.13:
“Punye
vai punyena karmana bhawati papah papeneti.”
Terjemahan:
Yang
dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik
adalah perbuatannya yang baik, dan yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah
perbuatannya yang buruk.
Dan
dalam Brhad-aranyaka IV.4.5 dijelaskan pula :
“sa
va ayam atma brahma, vijnanamayo manomayah pranamayas caksurmayah, srotramayah,
prthivumaya apomayo vayumaya akasamayas tejomayo’tejomayah kamamayo’kamamayah,
krodhamayo’krodhamayo dharmamayo’dharmamayah sarvamayah tad yad etat;
idam-mayah adomaya iti, yathakari yathacari tatha bhavati, sadhukari sadhur
bhavati, papakari papo bhavati, punyah punyena karmana bhavati, papah papena;
athau khalv ahuh; kamamaya evayam purusa iti, sa yathakamo bhavati, tat kratur
bhavati, yat kratur bhavati, tat karma kurute, yat karma kurute, tat
abhisampadyate.”
Terjemahan :
Atman itu sesungguhnya adalah Brahman,
yang terdiri dari kecerdasan, pikiran, yang hidup, pengelihatan, pendengaran, bumi,
air, udara, angkara, sinar dan tiadanya sinar, nafsu dan tiadanya nafsu, marah
dan tiadanya marah, kebenaran dan tiadanya kebenaran dan semua hal. Inilah yang
dimaksud ketika mengatakan bahwa (dia) terdiri dari ini (apa yang dimengerti),
terdiri dari itu (apa yang disimpulkan). Sesuai dengan bagaimana orang
bertindak, sesuai dengan bagaimana seseorang berkelakuan, menjadi itulah dia.
Pelaku hal-hal yang baik akan menjadi baik, pelaku hal-hal jahat akan menjadi
jahat. Seseorang menjadi mulia karena tindakan mulia, buruk karena tindakan
buruk. Yang lain dalam pada itu mengatakan bahwa seseorang itu terdiri dari
nafsu. Bagaimana nafsunya demikian pulalah keinginannya; bagaimana keinginannya
demikian pulalah perbuatan yang dia lakukan, tindakan apapun yang dia lakukan,
itu pulalah yang dia peroleh.
Oleh karena itu kita tahu ada orang yang dilahirkan sebagai
anak raja, dan juga ada orang yang dilahirkan sebagai anak pengemis.Yang
dilahirkan sebagai anak raja itu, apabila di dalam hidupnya yang sekarang dia jahat,
mungkin nanti sesudah mati akan dilahirkan sebagai anak pengemis.
Sedangkan anak pengemis, apabila di dalam hidupnya yang
sekarang baik,mungkin nanti sesudah mati akan dilahirkan lagi
sebagai anak raja. Bahkan mungkin, binatang yang
baik itu nantinya setelah mati akan lahir kembali
sebagai manusia, dan manusia yang jahat akan lahir kembali sebagai
binatang.
Hubungan antara ajaran karma dengan ajaran tentang
penjelmaan atau perpindahan jiwa merupakan hal yang terpenting dalam ajaran upanisad.
Manusia harus menanggung akibat perbuatan atau karmanya. Setelah ia
mati, pengetahuan dan amal perbuatannya akan membimbing dia. Barang siapa yang
berbuat baik, ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia yang baik. Dan
sebaliknya orang yang berbuat jahat, ia akan dilahirkan berulang kali dan
menerima hasil dari perbuatan jahatnya sampai perbuatannya tersebut dapat ditebus.
2.4
Punarbawa Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Penjelmaan berulang kali dalam bahasa Sanskerta disebut
sebagai: Samsara, atau Punarbhava, atau Punarjanma.
Hidup yang selalu berputar tiada henti itulah yang disebut Samsara.
Yaitu lahir, hidup, mati, lahir, hidup, mati, lahir. Jadi sesudah mati jiwa
manusia tidak binasa, sebab ada lanjutan hidup kembali. Seperti yang dijelaskan
dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.3-4 :
“Tad
yatha trnajalayuka, trnasyantam gatva, anyam akramam akramya, atmanam
upasamharati, evam evayam atma, idam sariram nihatya, avidam gamayitva, anyam
akramam, atmanam upasamharati.”
Terjemahan :
Seperti
lintah (atau ulat) setelah mencapai ujung dari sebatang rumput, setelah
mendekati (batang rumput yang lain) melekukkan badannya ke arah batang
baru ini, demikian juga atman ini, setelah meninggalkan tubuhnya dan membuat
kebodohan, setelah mengadakan pendekatan baru (kepada tubuh yang lain)
melengkungkan badannya (untuk membuat transisi ke dalam tubuh yang lain).
“Tad
yatha pesaskari pesaso matram upadaya, anyam navataram kalyanataram rupam
tanute, evam evayam atma, idam sariram nihatya, avidyam gamayitva, anyam
navataram kalyanataram rupam kurute, pitryam va, gandharvam va, daivam va,
prajapatyam va, brahmam va anyesam va bhutanam.”
Terjemahan :
Dan
seperti tukang emas, mengambil sebatang emas dan merubahnya menjadi sesuatu
yang lebih baru dan lebih indah, demikian pulalah atman ini, setelah
meninggalkan tubuh lamanya, dan menghilangkan kebodohannya, membuatkan dirinya
bentuk yang lebih baru dan lebih indah seperti para leluhur atau para gandharva,
atau devata atau prajapati atau brahma atau makhluk yang
lain.
Samsara
terjadi sebagai pahala atas karma yang belum sempurna semasa
manusia hidup. Ketidak sempurnaan karma bersumber pada maya yang
mengikat atman. Bentuk maya antara lain kenikmatan-kenikmatan duniawi,
pikiran, kemauan, dan keinginan. Untuk dapat lepas dari ikatan Samsara,
seseorang harus menumpas nafsu keinginanya , dengan mengetahui bahwa Atman
adalah Brahman, sehingga ia sampai dapat mencapai pengetahuan yang
sejati atau “Jnana”, dan selanjutnya akan mencapai “Moksa”, yaitu kelepasan dan kesadaran bahwa
segala sesuatunya adalah satu, dalan arti bersatu dengan Brahman, maka
ia disebut “JiwanMukta”. Hal ini dijelaskan dalam Brhad-aranyaka
Upanisad IV.4.6 yaitu :
“Tad
esa sloko bhavati: tad eva saktah saha karmanaiti lingam mano yatra nisaktam
asya; prapyantam karmanas tasya yat kim ceha karoty ayam tasmal lokat punar
aiti asmai lokaya karmane iti nu kamayamanah; athakamayamanah, yo’kamo niskama
apta-kama atma-kamah, na tasya prana utkramanti, brahmaiva san brahmapyeti.”
Terjemahan :
Mengenai
hal ini ada kalimat berikut : “Objek kepada hal apa pikiran kita terikat, badan
halus akan pergi bersama-sama dengan perbuatan, karena terikat kepada hal itu
saja. Menghabiskan semua hasil dari pekerjaan apapun yang telah dia lakukan di
dunia ini, dia kembali lagi dari dunia itu ke dunia ini untuk memulai perbuatan
baru.” Inilah untuk orang yang memiliki nafsu. Tetapi untuk orang yang tanpa
nafsu, yang terbebas dari nafsu, yang nafsunya telah dipenuhi, yang nafsunya
adalah atman; nafasnya tidak akan meninggalkannya. Karena dia Brahman maka dia
akan kembali kepada Brahman.
Kalau memahami proses reinkarnasi tersebut, maka mudah dimengerti bahwa
badan-badan yang kita dapatkan sekarang merupakan hadiah yang paling adil dan
paling tepat dari apa karma pada kehidupan masa lalu dan kesadaran saat ini
akan mempersiapkan badan untuk kehidupan yang akan datang. Bila kita
mengembangkan kesadaran yang sesungguhnya yaitu kesadaran tentang jati diri
kita maka akan mendapatkan badan-badan yang lebih tinggi. Inilah evolusi dari
badan material lebih rendah ke ke badan material lebih tinggi dan akhirnya
mencapai badan rohani yang kekal untuk menempati dunia rohani. Tetapi
sebaliknya bila kesadaran kita merosot, sangat terikat dengan kepuasan
indria-indria, maka akan mendapatkan badan yang lebih rendah, badan yang cacat,
berpenyakitan, bahkan lebih rendah lagi. Hal ini merupakan human devolution,
terjadi kemerosotan pada tingkat evolusi.
Reinkarnasi dalam pengertian hukum
positif sulit dibuktikan sebagai suatu kenyataan ingatan kehidupan masa lalu,
karena kemampuan daya ingat otak manusia sangat terbatas. Namun dalam keadaan
tertentu, tanpa disadari atau terjadi perubahan kesadaran maka ingatan dibawah
sadar tersebut akan muncul kepermukaan, dan dapat menguraikan dengan jelas
tentang pengalaman-pengalaman pada kehidupan sebelumnya. Buku-buku diatas telah
mencatat kasus kasus kehidupan masa lalu seseorang, terutama pada anak-anak
dibawah tiga tahun. Dalam keadaan hinotis dimana kesadarannya menurun namun
dapat mengungkapkan secara terperinci pengalaman-pengalaman kehidupan masa
lalunya. Kemudian cerita yang diungkapkan tersebut dilakukan cross check
dengan menelusuri, nama tempat tahun atau yang lainnya, ternyata banyak
benarnya.
Salah satu kasus yang paling
bagus pembuktian kebenarannya yaitu seorang gadis muda dari India bernama
Shanti Devi, yang tinggal di Delhi (lahir tahun 1926) yang pada umur tiga tahun
mulai mengingat dan bercerita tentang hal-hal dari kehidupan masa lalu di kota
Muttra yang jauhnya delapan puluh mil. Dia mengatakan bahwa dia telah menikahi
seorang saudagar kain, melahirkan seorang anak laki-laki dan meninggal dunia
sepuluh tahun kemudian, dan banyak pernyataan yang diceritakan secara detail
tentang kehidupan masa lalunya sampai ia berumur 9 tahun. Pernyataan-pernyataan
itu direkam. Suatu komisi dibentuk untuk merencanakan dan menyaksikan
kunjungannya ke Muttra, tempat keluarga yang sering disebut oleh Shanti
Devi, dan menyaksikan bahwa ia benar-benar mengenali sanak saudaranya
yang lain dimasa lalu, mengetahui dengan detail jalan A kerumahnya yang dahulu dikenalinya,
dan bahkan mengungkapkan bahwa ada uang yang disembunyikannya di dalam rumah
tersebut. Tempat persembunyiannya ditemukan dan bekas suaminya mengakui dia
telah memindahkan uang tersebut. Jadi apa yang diceritakan oleh Shanti Devi itu
memang benar-benar nyata.
2.5
Moksa Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Moksha adalah Kebebasan Paripurna. Keselamatan atau Pembebasan adalah
tujuan terakhir dari empat pilar yang menyangga struktur kehidupan kita. Tiga
pliar lainnya adalah Dharma atau Kebajikan, Artha atau Kekayaan
dan Kama atau Keinginan.
Lazimnya, moksha diartikan sebagai "kebebasan dari siklus kehidupan
dan kelahiran." Telah ada banyak pembicaraan, diskusi dan penelitian
ilmiah pada subjek kehidupan setelah kematian, kehidupan setelah kehidupan,
pengalaman dekat kematian, reinkarnasi dan seterusnya. Kendati demikian, moksha
tetaplah sebuah misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di
balik kehidupan dan di balik kematian. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
pada Bab V.10.1 dijelaskan mengenai jalan sesudah kematian, yaitu:
“Yada vai puruso’smal lokat praiti, sa vayum agacchati
tasmai sa tatra vijihite yatha ratha-cakrasya kham; tena sa urdhva akramate, sa
adityam agacchati; tasmi sa tatra vijihite yatha lambarasya kham; tena sa
urdhva akramate, sa candramasam agacchati, tasmai sa tatra vijihite yatha
dundubheh kham; tena sa urdhva akramate. Sa lokam agacchaty asokam ahimam;
tasmin vasati sasvatih samah.”
Terjemahan :
Sesungguhnya ketika seseorang meninggalkan dunia ini, dia
pergi ke udara. Udara terbuka dengan sendirinya untuk dia disana sebagai lobang
pada roda kereta. Melalui lobang itu dia menuju ke atas. Dia pergi ke matahari.
Disana pun terbuka untuknya seperti lubang sebuah lambara. Melalui hal ini dia
terus menuju ke atas. Dia mencapai bulan. Disana bulan juga terbuka untuknya
seperti lubang sebuah gendering. Melalui lubang itu dia terus menuju ke atas.
Dia menuju dunia yang terbebas dari kesedihan, bebas dari salju. Disana dia
bermukim dalam tahun-tahun abadi.
Dalam Brhad-aranyaka
Upanisad III.5.1 dijelaskan mengenai kelepasan sebagai jalan untuk mengerti
Brahman. Supaya orang dapat memperoleh kelepasan atau moksa yaitu
bebas dari kelahiran kembali, yang tiada awal dan tiada akhirnya itu, ia
harus membinasakan keinginannya atau mengendalikan nafsu-nafsu yang jahat.
Syarat untuk menghapuskan diri sendiri, yaitu pengenalan bahwa
atman adalah brahman. Manusia dalam mencapai sampai tingkatan
hidup ini memerlukan latihan dan waktu yang lama sekali. Brhad aranyaka Upanisad Bab
IV.4.7 menjelaskan :
“tad esa sloko bhavati: yada sarve pramucyante kama ye’sya
hrdi sritah, atha martyo’mrto bhavati, atra brahma samasnute iti tad
yathahinirvlayani valmike mrta pratyasta sayita, evam evadam sariram sate.
Athayam asariro mrtah prano brahmaiva, teja eva; so’ham bhagavate sahasram
dadami, iti hovaca janako vaidehah.”
Terjemahan :
Mengenai hal ini ada kalimat berikut : “ketika semua nafsu
yang dipendam dalam hati dibuang jauh, barulah manusia fana ini akan menjadi
abadi, kemudian barulah dia mencapai Brahman disini (dalam tubuh ini).”
Sama juga seperti kulit ular tergeletak di sarang semut, mati, tercampakkan,
begitu pulalah tubuh ini. Tetapi yang hidup tanpa tubuh ini, yang abadi adalah Brahman
saja, yang adalah sinar, Yang Mulia.’
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa dengan mempelajari kitab Upanisad pembaca dapat
memahami tentang pokok-pokok ajaran Panca Sradha yang terdapat hampir di
semua bagian kitab tersebut. Khususnya kitab Brhad-aranyaka Upanisad
memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa Brahman itu bersifat
Neti-neti, artinya bukan kasar, bukan pendek, bukan bayangan ,tanpa ukuran, dan
sejenisnya. Jadi, Brahman bukanlah suatu substansi dan tidak memiliki
sifat. Secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan ungkapan sat-cit
ananda.
Sama halnya dengan Brahman, atman bukan
digambarkan seperti ini,(neti neti), Atman tidak dapat dilihat,tidak
dapat dirasakan, Tidak terhancurkan,dan juga tidak hancur. Tidak pernah
menderita,tidak pernah merasakan rasa sakit,atau tidak dapat terluka. Tidak
terikat,dan tidak pernah terikat dengan apapun. Ketika berhubungan dengan tubuh
dan di bawah pengaruh dari ketidak perdulian kosmis (avidya atau maya),
atman melupakan sifat alaminya dan dengan salahnya mengidentifikasikan
dirinya dengan tubuh. Pengindentifikasian yang salah ini adalah penyebab dari
keterikatan dengan keberadaan materi dan kesenangan, rasa sakit dan penderitaan
dalam siklus kelahiran dan kematian dalam dunia yang penuh dengan peristiwa.
Karma Phala dalam Brhadaranyaka Upanisad dijelaskan dalam bab III.2.13: “Punye vai punyena karmana bhawati papah
papeneti.” Terjemahannya: Yang dipuji adalah karma.
Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah perbuatannya yang
baik, dan yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah perbuatannya yang
buruk. Samsara atau Punarbawa terjadi sebagai pahala atas karma yang
belum sempurna semasa manusia hidup. Ketidak sempurnaan karma bersumber pada
maya yang mengikat atman. Bentuk maya antara lain kenikmatan-kenikmatan
duniawi, pikiran, kemauan, dan keinginan. Untuk dapat lepas dari ikatan Samsara,
seseorang harus menumpas nafsu keinginanya , dengan mengetahui bahwa Atman
adalah Brahman, sehingga ia sampai dapat mencapai pengetahuan yang
sejati atau “Jnana”, dan selanjutnya akan mencapai“Moksa”, yaitu
kelepasan dan kesadaran bahwa segala sesuatunya adalah satu, dalan arti bersatu
dengan Brahman, maka ia disebut “Jiwan Mukta”. Hal ini dijelaskan
dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.6.
Moksha
diartikan sebagai "kebebasan dari siklus kehidupan dan kelahiran."
Telah ada banyak pembicaraan, diskusi dan penelitian ilmiah pada subjek
kehidupan setelah kematian, kehidupan setelah kehidupan, pengalaman dekat
kematian, reinkarnasi dan seterusnya. Kendati demikian, moksha tetaplah sebuah
misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di balik kehidupan dan
di balik kematian. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.5.1
dijelaskan mengenai kelepasan sebagai jalan untuk mengerti Brahman.
Supaya orang dapat memperoleh kelepasan atau moksa yaitu bebas dari kelahiran
kembali, yang tiada awal dan tiada akhirnya itu, ia harus membinasakan
keinginannya atau mengendalikan nafsu-nafsu yang jahat yang sudah
dijelaskan dalam Brhad aranyaka Upanisad Bab IV.4.7.
DAFTAR
PUSTAKA
Radhakrishnan.
S. 2008. UPANISAD UPANISAD UTAMA. Surabaya:
Paramita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar